Berlibur kadang tak
mengenal musim. Tak semua orang bisa memastikan waktu luangnya jatuh pada musim
kemarau atau musim hujan. Ada yang bilang bahwa kesempatan biasanya tak datang
dua kali. Saya salah satunya. Itulah mengapa saya mengiyakan ajakan kawan-kawan
saya untuk menjelajahi Bromo pada musim hujan. Segala ekspektasi tentang Bromo
saya turunkan sampai ke titik terburuk. Yang penting adalah kebersamaan. Itu
yang mahal, Bro.
Ini kali keempat saya
menulis tentang Coban Talun. Setiap datang ke sana, selalu ada cerita yang
menggelitik saya untuk berbagi. Tulisan pertama tentang sensasi menikmati air
terjun di kawasan Bumiaji, Batu, ini benar-benar seorang diri. Tulisan kedua
tentang pengalaman mistis saat camping di sana. Tulisan ketiga tentang
penangkaran lutung Jawa. Nah, tulisan keempat ini tentang geliat wisatanya yang
mengundang pengunjung.
Ini ceritanya
nebeng liburan. Basyir, kawan saya semasa kuliah yang tinggal di Malang, hendak
berlibur ke pantai-pantai di Malang Selatan bersama keluarganya. Kebetulan saat
itu saya sedang berada di Malang untuk suatu keperluan. Tanpa tedeng
aling-aling, saya pun bergabung dengan Basyir dan keluarga.
Bromo sudah jadi ikon wisata Jawa
Timur, bahkan Indonesia. Orang Jatim belum pernah ke Bromo, wah itu sih
kebangetan. Masa orang asing saja sudah tidak asing dengan pegunungan seluas
50.276,3 hektare yang diresmikan sebagai taman nasional sejak 1982 ini. Itulah
mengapa saya tak cukup sekali mengunjunginya. Kali ini saya akan berbagi
pengalaman meng-explore keindahan Bromo bersama Indonesia Discoverer.
Setelah berkutat
dengan pekerjaan yang cukup memeras otak, weekend kemarin saya
memutuskan menyelamatkan mood kerja pekan ini. Apa lagi kalau bukan
dengan merasakan udara bebas dan menikmati belahan lain bumi yang memikat mata.
Pilihan saya kali ini jatuh pada sebuah pantai di Lamongan, Jawa Timur. Namanya
yang unik membuat saya berhasrat membunuh rasa penasaran. Pantai Kutang. Iya, itu namanya. Unik bukan? Eh, unik atau tabu ya?
Bicara soal pantai di Tuban, dulu
saya sempat memandang sebelah mata. Ah, paling juga pantai berpasir hitam yang
kotor, airnya cokelat, tak ada menarik-menariknya. Namun, dugaan saya itu salah
setelah saya berkunjung ke Pantai Remen.
Ternyata, pasirnya putih dan hutan cemaranya bikin pantai tampak indah. Nah, begitu
ada perlu buat pemotretan, saya tak ragu memilih pantai lainnya di Tuban.
Seorang kawan merekomendasikan Pantai Sowan.
Selama pelatihan di LPMP Mataram, setiap
hari sesi berakhir pukul 17.00. Namun, adzan Magrib di sana berkumandang pukul 20.00.
Itu artinya saya punya waktu sekitar dua jam untuk mengenal sudut-sudut kota
ini. Salah satunya berburu sunset di Pantai Ampenan yang hanya berjarak
tempuh sekitar 15 menit dari lokasi pelatihan. Saya yang semula hendak memakai
jasa kendaraan online mendapat keberuntungan karena Pak Yusran, guru
SMAN 1 Pemenang, Lombok Utara, bersedia mengantar.
“Kalau ke Lombok, jangan sampai
melewatkan Bukit Merese. Sunset di sana kece banget!” kata seorang kawan
guru yang tinggal di Lombok.
Saran itu entah mengapa selalu
terngiang sampai saya berkesempatan menginjakkan kaki di pulau ini. Selepas
merasakan ketenangan Pantai Mawun, kami pun bergegas menuju Bukit Merese di
kawasan Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Berbekal info dari warga lokal, kami
menemukan sebuah jalan pintas di antara ladang
jagung. Terdapat papan nama Bukit Merese di mulut gang.
Belum habis rasa terpukau akan keindahan Selong Belanak, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya. Saya sengaja meminta Pak Yusran, rekan guru yang bertugas di SMA Negeri 1 Pemenang, Lombok Utara, untuk memilih pantai terdekat yang tak kalah indah. Beliau menyebut Pantai Mawun. Tanpa berusaha mencari infonya di Google, saya dan Bu Endah, guru SMKN 1 Jombang, Jawa Timur, sepakat karena percaya Pak Yusran tak akan salah pilih.
Bertemu kawanan kerbau di sawah atau rawa-rawa, itu sih biasa. Bertemu gerombolan kerbau di pantai, itu baru luar biasa. Pemandangan unik ini dapat kita saksikan kalau berkunjung ke Pantai Selong Belanak di Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hewan-hewan ternak ini diarak menyusuri pantai seolah menyapa para pengunjung yang berjemur, bermain pasir, atau bersiap-siap untuk berselancar.