Magetan, Jawa Timur, ternyata menjadi salah satu tujuan
banyak wisatawan. Salah satu andalan kabupaten ini adalah Telaga Sarangan atau
yang juga dikenal dengan nama Telaga Pasir. Berada di ketinggian 1.200 meter di
atas permukaan laut, kawasan telaga alami yang diselimuti suhu udara 15 hingga
20 derajat celsius ini kabarnya menarik ratusan ribu pengunjung setiap tahun. Bersama
rombongan guru tempat saya mengajar, 25 Oktober lalu saya berkunjung ke objek
ini.
Berziarah ke
Makam Sunan Giri di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Gresik, memantik memori saya
tentang masa kecil. Saya lupa usia berapa tepatnya, mungkin sekitar 7 tahun,
saya dibawa oleh ayah dan ibu saya berkunjung ke makam salah satu dari Wali
Songo (Wali Sembilan) ini. Saya masih ingat, saat itu, kami naik delman menuju
makam. Saya sangat menikmati kendaraan ini karena bebas melihat pemandangan
sepanjang jalan.
Tiket terusan Mahari Zoo & Goa Lamongan (Mazola) membawa
saya ke Wisata Bahari Lamongan (WBL). Jarak keduanya hanya sekitar 100 meter,
terpisah oleh jalan raya. Tak perlu naik kendaran lagi. Tersedia jembatan
penyeberangan yang menghubungan Mazola dan WBL. Sebelum sampai di loket pemeriksaan
gelang tiket, pengunjung melewati deretan kios oleh-oleh mulai makanan sampai
suvenir.
Siang itu panas cukup terik. Matahari di langit Lamongan
memancarkan sinar panasnya. Namun, itu bukan penghalang bagi puluhan keluarga
untuk menghabiskan sisa liburan Lebaran bersama. Saya pun demikian.
Sebelum terjerat aktivitas pekerjaan, tiga hari terakhir liburan saya
manfaatkan untuk mendatangi kawasan Pantura Lamongan, tepatnya di Kecamatan
Paciran. Di sana terdapat Makam Sunan Drajat, Maharani Zoo & Goa Lamongan
(Mazola), dan Wisata Bahari Lamongan (WBL).
Hari sudah menjelang Maghrib. Pucuk-pucuk pinus berselimut
kabut. Warna putihnya menyembul, berarak, dan menutupi pepohonan. Jarak pandang
kian terbatas dibuatnya. Namun, saya masih ingin mengabadikan pemandangan hutan
pinus di kawasan Coban Talun, Batu, ini. Sebuah pemandangan yang tak bisa saya
jumpai di tempat saya tinggal.
September 2014 adalah bulan bersejarah untuk alamasedy.blogspot.com.
Pada tanggal 6 di bulan itu, saya mulai menulis pengalaman dan kesan saya
setelah traveling di blog saya ini.
Sejak saat itulah, rasanya saya tak ingin berhenti menuangkan kisah saya
setiap pekan di media ini, hingga tanpa terasa tahun 2015 ini siklus bulan
kembali ke September. Iya, itu artinya blog ini telah berusia satu tahun! Alhamdulillah.
Hehe.
Saya sudah dua
kali mengunjungi Coban Talun, pada tahun 2000 dan 2014. Namun, akhir Agustus 2015
lalu, ada tugas mendampingi siswa-siswa untuk mengikuti latihan dasar
kepemimpinan di kawasan wisata yang berlokasi Desa Tulungrejo, Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu, ini. Tak mau pulang dengan tangan hampa, sampai di sana saya
pun mencari tahu ada daya tarik apa yang bisa saya lihat selain hutan pinus dan
air terjun yang sudah saya tulis di blog ini sebelumnya. Ternyata, di kawasan
Coban Talun terdapat pusat rehabilitasi lutung Jawa. Saya pun penasaran dan menyempatkan diri mendatanginya.
Pantai berpasir
putih di Tuban? Serius ada? Pertanyaan itulah yang sempat terlintas ketika saya
pertama kali mendengar kabar bahwa kota yang populer dengan minuman khasnya,
tuak, ini memiliki Pantai Remen, pantai berpasir putih. Maklum, pantai-pantai
di Tuban dan sekitarnya umumnya berpasir hitam dan berair keruh. Dan, akhirnya
saya pun menyaksikan dengan mata kepala sendiri hamparan pasir putih di Pantai
Remen akhir Juli lalu.
“Mau tanya, Pak, bukit
kapur Sekapuk sebelah mana ya?” tanya saya kepada seorang bapak di pertokoan
dekat gapura masuk Desa Sekapuk.
Tak menjawab pertanyaan
saya, si bapak dengan wajah tanpa ekspresi malah melontarkan pertanyaan, “Mau
apa Mas ke sana?”
Meski sempat bengong
dengan pertanyaan si bapak, saya lalu menjelaskan tujuan saya dengan kalimat
yang menurut saya paling mudah dimengerti, “Mau lihat pemandangan, Pak.”
“Kalau tempat gali
kapur, ada di sana (menunjuk arah masuk Desa Sekapuk), tapi itu tempat orang
kerja, bukan tempat melihat pemandangan, Mas,” terang si bapak ini sambil
memandang saya lekat-lekat.
![]() |
Anak-anak Wae Rebo (photo by Wira Nurmansyah) |
Saya seorang guru. Saya suka traveling. Mengapa kedua hal itu
tidak dipadukan? Itulah yang terlintas di benak saya akhir-akhir ini. Ingin
rasanya mengunjungi daerah-daerah di Indonesia yang indah panoramanya ini
sambil membawa sebuah misi. Bertemu anak-anak di sana. Menikmati keindahan alam
bebas sambil bermain dan belajar. Bukankah seru menulis puisi lalu
membacakannya di bawah air terjun? Bukankah menantang bertukar pengalaman di
pantai nan biru? Bukankah menarik menulis cerita di kaki gunung nan sejuk?