Selepas merasakan sensasi megah dan indahnya Coban Sewu, saya
dan istri tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Kami telah menggadaikan nyali
untuk turun tebing melalui tangga bambu yang lumayan ngeri-ngeri sedap. Begitu sudah
sampai dasar tebing, sayang kalau langsung kembali. Kami sepakat mendatangi dua
air terjun berikutnya di dasar tebing itu, yaitu Air Terjun Telaga Biru dan Air
Terjun Gua Tetes.
Sejak foto dan video Coban Sewu tersebar di media satu tahun
lalu, sejak itu pula hasrat saya seolah tak terbendung untuk datang dan menyaksikan
sendiri keindahannya. Sebab, menurut saya, air terjun yang juga dikenal dengan nama
Tumpak Sewu ini istimewa, tak seperti air terjun-air terjun lain yang pernah
saya datangi. Alhamdulillah, kesempatan itu datang di penghujung Desember 2015.
Meski tersiar kabar medan menuju Coban Sewu sangat ekstrem, saya yang hanya
berdua dengan istri sama sekali tak ragu.
Di penghujung 2015,
saya mengulas kembali sejumlah destinasi yang saya kunjungi sepanjang tahun
ini. Harapan saya, pengalaman saya bermanfaat untuk teman-teman yang ingin
mengunjunginya juga. Tulisan ini adalah bagian kedua rekap 2015 saya, berisi 22
destinasi di Bali, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Batu, Malang, Mojokerto, dan Magetan.
Bagian pertama telah saya publish
minggu lalu.
2015 merupakan tahun kedua saya menekuni ketertarikan akan fotografi
dan traveling, kemudian mendokumentasikannya melalui blog ini. Alhamdulillah, sepanjang
2015, Allah menganugerahkan kesempatan untuk saya melangkah lebih jauh, melihat
lebih banyak, dan mendengar lebih luas tentang alam dan isinya ini.
Di penghujung 2015, saya
ingin mengulas kembali sejumlah destinasi yang saya kunjungi sepanjang tahun
ini. Harapan saya, pengalaman saya bermanfaat untuk teman-teman yang ingin
mengunjunginya juga. Tulisan ini adalah bagian pertama rekap 2015 saya, berisi 21
destinasi yang saya datangi di Gresik
dan Yogyakarta. Bagian kedua akan saya publish
minggu depan.
Musim hujan datang
lagi. Ada yang menganggap ini bukan waktu yang tepat untuk liburan karena hujan
bisa datang kapan saja. Itu pula yang saya alami saat mengunjungi Coban Pelangi
di Desa Gubuk Klakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Hujan menjadi
teman perjalanan sejak berangkat hingga pulang. Namun, mungkin karena niat dan
tekad sudah bulat, saya sama sekali tak ingin mengurungkan rencana.
Setelah berziarah ke makam Sunan Giri dan Sunan Prapen, saya
tergelitik untuk melihat dari dekat situs Giri Kedaton di Dusun Kedaton, Desa
Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Kota Gresik. Penasaran, rasanya, seperti apa wujud
peninggalan sejarah itu saat ini. Apalagi, jaraknya tak jauh, hanya sekitar 1
kilometer, dari bukit tempat dimakamkannya Sunan Giri dan
Sunan Prapen.
Dulu setiap kali berziarah ke makam Sunan Giri di Gresik, saya
selalu batal menyempatkan diri berziarah juga ke makam Sunan Prapen. Sepertinya,
umumnya para peziarah Sunan Giri juga tak mengagendakan kunjungan ke makam
Sunan Prapen. Mungkin, itu karena Sunan Prapen tak masuk dalam daftar Wali
Songo. Padahal, letak makam Sunan Prapen hanya beberapa meter dari makam Sunan
Giri. Nah, ketika kembali berziarah ke makam Sunan Giri belum lama ini, saya
pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Kali ini saya harus melihat dengan mata
kepala sendiri makam yang selama ini hanya saya dengar namanya itu.
Setiap kali melihat serunya foto atau video rafting, saya selalu penasaran seperti
apa rasanya. Saat kesempatan itu datang, saya tak sanggup menahan hasrat ingin
mencoba. Selain outbond, salah satu
kegiatan family gathering sekolah
tempat saya mengajar pertengahan November lalu adalah rafting. Panitia memilih Sungai Kromong di kawasan Pacet, Mojokerto,
sebagai lokasi dengan penyedia jasa Obech Rafting. Saya dan istri pun tak
menyia-nyiakan kesempatan ini.
Selama ini, yang saya tahu, makam Sunan Kalijaga berada di
Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Namun, ternyata di sebuah bukit di Gresik, Jawa Timur, juga
terdapat makam yang oleh warga setempat diyakini sebagai makam Sunan Kalijaga.
Bukit itu bernama Surowiti di Desa Surowiti, Kecamatan Panceng. Jaraknya
sekitar 40 kilometer dari Kota Gresik.
Selain gudeg, salah satu kuliner khas Yogyakarta adalah
wedang uwuh. Minuman yang disajikan saat panas atau hangat dan berbahan herbal
ini dipercaya kaya khasiat. Uniknya, dalam bahasa Jawa, wedang berarti minuman hangat, sedangkan uwuh berarti sampah. Maklum, bahan-bahan untuk meracik minuman ini menyerupai
sampah organik seperti daun-daun dan biji-bijian kering.