PADI GORA, GADIS PENJUAL GELANG, DAN PANTAI MAWUN

12:01:00



Belum habis rasa terpukau akan keindahan Selong Belanak, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya. Saya sengaja meminta Pak Yusran, rekan guru yang bertugas di SMA Negeri 1 Pemenang, Lombok Utara, untuk memilih pantai terdekat yang tak kalah indah. Beliau menyebut Pantai Mawun. Tanpa berusaha mencari infonya di Google, saya dan Bu Endah, guru SMKN 1 Jombang, Jawa Timur, sepakat karena percaya Pak Yusran tak akan salah pilih.

Lagi-lagi, sepanjang perjalanan saya dibuat kagum oleh pemandangan yang tersaji. Sapi-sapi yang tengah merumput di lereng bukit seolah menyapa ramah. Bukit-bukit hijau seakan mengundang untuk turun dan berbincang sebentar. Coba tebak, tanaman apa yang menyelimuti bukit ini? Kalau kalian jawab rumput atau ilalang, itu salah. Yang benar adalah padi. Iya, padi! Heran kan, padi bisa tumbuh di lembah dengan tingkat kemiringan setajam ini tanpa petak-petak sawah. Saya jadi bertanya-tanya, bagaimana cara petani di sini mengairi lahannya ya.

Tak disangka tanaman ini ternyata padi

Serasa lihat padang rumput
Ini pengalaman pertama lihat padi gora


Ternyata ini adalah lahan budidaya padi gogo rancah (gora). Teknik ini dilakukan di tanah kering karena tidak membutuhkan banyak air. Petani mengatur waktu tanam lantaran hanya mengandalkan air hujan. Budidaya padi gora bermula dari masalah krisis pangan di Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 1980-an pada era pemerintahan Presiden Soeharto. Kondisi tanah yang tandus menyebabkan petani kesulitan bercocok tanam. Hasilnya, NTB berhasil menjadi daerah swasembada pangan pada 1984.

Jalanan yang lengang berkelok akhirnya membawa kami ke Pantai Mawun. Rupanya ada beberapa lahan parkir untuk masuk ke pantai yang berlokasi di Desa Tumpak, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, ini. Kalau dihitung dari Kota Mataram, jaraknya sekitar 60 kilometer atau memakan waktu tempuh 1,5 jam. Sama seperti Pantai Selong Belanak dan pantai-pantai di Lombok, pengunjung Pantai Mawun tak perlu membeli tiket masuk, cukup bayar ongkos parkir kendaraan.


Gadis-gadis penjaja gelang menghampiri kami

Pantai nan tenang dengan ombak yang bersahabat

Awan tebal memayungi kami begitu menginjakkan kaki di pasir pantai. Lumayan, sinar matahari tak menyengat kulit. Baru saja kami hendak turun ke bibir pantai, sejumlah gadis kecil mengampiri kami. Mereka menawarkan gelang aneka bentuk dan warna. Harganya rata-rata Rp 10 ribu. “Murah, Pak, Bu, ayo dibeli gelangnya,” ujar mereka dengan senyum ramah tersungging di bibir.

Bu Endah tak kuasa menahan rayuan mereka. Sambil memilih gelang, beliau berbincang dengan bocah-bocah ini. Menurut pengakuan mereka, aktivitas berjualan ini dilakukan sepulang sekolah. Penghasilan harian mereka sebagian diberikan kepada orang tua, sebagian ditabung atau dipakai untuk jajan. Mereka menjajakan gelang di pantai ini hampir setiap hari.


Anak-anak pun aman bermain pasir dan ombak

Orang tua cukup mengawasi dari kejauhan

Bukit di ujung sana menjadi ikon Pantai Mawun


Setelah “urusan” dengan anak-anak ini selesai, kami bergegas menikmati pantai. Kesan pertama saya adalah, pantai ini sangat tenang. Ombaknya bersahabat sekali. Pasirnya putih dan bersih. Dua bukit hijau mengapit pantai dengan garis pantai serupa bulan sabit ini. Oiya, bukit di sisi kanan pantai inilah yang menjadi ikon Lombok dan dipajang dalam baliho besar di Bandara Internasional Lombok.

Tampak beberapa balita dengan riang bermain pasir dan air laut. Orang tuanya cukup mengawasi sambil tiduran di kursi santai. Kebayang kan bagaimana tenang dan amannya pantai ini. Namun, kita tetap kudu waspada. Tingkat kemiringan pasir Pantai Mawun tak selandai pantai pada umumnya. Bisa dibilang agak curam. Untung saja, ombaknya yang tenang tak terlalu menyeret kita ke air laut.


Bukit di sisi kiri pantai dan perahu-perahu nelayan
Deretan kursi santai nan asik usik menikmati pantai

Pantai Mawun, tetaplah terjaga kelestarianmu

Saya sengaja berjalan menuju sisi pantai sebelah kiri. Kursi santai berderet di sepanjang tepian dengan beberapa turis asing. Semakin mendekati bukit di sisi kiri pantai, terlihat perahu-perahu nelayan yang berlabuh beberapa meter dari tepi pantai. Bukit hijau itu pun tampak semakin gagah melatari pantai yang sungguh menghipnotis.

Pantai Mawun, kata beberapa teman, memang pantai yang berkesan. Keelokannya memberi kenangan yang tak mudah dilupakan. Ketenangannya memberi sensasi dalam ingatan. Tak lengkap rasanya ke Lombok tanpa menegok pantai ini sebagai salah satu objek kunjungan. Mawun, tetaplah menjadi pantai yang menawan. (*)




Catatan:
Saya berkunjung ke Lombok pada Februari 2018. Sungguh saya turut berduka atas gempa hebat yang melanda pulau cantik ini. Semoga musibah segera berlalu dan Lombok kembali seperti sedia kala.

You Might Also Like

20 comments

  1. Luar biasa indahnya. Semoga suatu saat nanti bisa sampai disana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Insya Allah Mas Adji akan ke sini. Kita doakan gempa di Lombok segera berakhir dan semua kembali seperti sebelumnya.

      Delete
  2. Ada rasa campur aduk membaca tulian ini. Sedih mengingat bencana yang sedang melanda NTB sekarang. Senang melihat pemandangan pantai yang indah. Pantai-pantai disana memang juara ! Dan kaget ketika muncul istilah Gogo Rancah yang puluhan tahun saya baru dengar lagi. Inget pas di SD ada pelajaran IPA membahas jenis-jenis sawah. Gogo Rancah ini tadah hujan kan ya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya pun turut berduka atas musibah yang melanda Lombok, Kang Aip. Beberapa teman baik saya jadi korban. Memang selamat, tetapi rumah mereka sudah tak bisa ditempati lagi dan terpaksa mengungsi.

      Iya, Kang, gogo rancah itu tadah hujan, inget pelajaran SD ya hehe.

      Delete
  3. Aku lebih tertarik dengan bukit padinya, mas. Uniiikkk! Cukup duduk-duduk di salah satu sudutnya, ditemani secangkir kopi atau seorang kawan, memandang lepas ke arah pantai.

    ReplyDelete
  4. Banyak hal yang saya pelajari dari membaca artikel ini, terutama istilah Gogo rancah dan tentunya kekayaan Indonesia yang begitu menawan. Kalau dilihat dari fotonya tidak terlalu banyak turis, membuat hati penasaran untuk mengunjunginya. Mudah-mudahan tetap terjaga kelestarian alamnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga Mas Santz punya banyak waktu buat explore keindahan Indonesia.

      Delete
  5. Wah, alam Lombok begitu indah. Semoga musibah segera berlalu, Lombok kembali bangkit.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju, Bu. Amiiiin. Itu doa kita semua untuk Lombok.

      Delete
  6. Panatai Yang Indah dan elok sekali

    ReplyDelete
  7. Tempat traveling yang bagus pak, Alamnya sangat bagus juga. Ijin saran pak, untuk berbagi pengalaman bapak soal biaya yang dikeluarkan semua, karena untuk para pelajar mungkin yang melihat blog-nya pak mas ingin traveling juga kesana kesana tapi juga takut biaya yang dimiliki kurang. Semoga bencana di Lombok juga menjadi pengingat kita juga akan kuasa Allah SWT.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin ya Rabbal alamin. Terima kasih atas sarannya, Andro. Kebetulan tulisan saya tentang Lombok terbagi menjadi beberapa postingan, jadi saya tidak sebut biayanya di satu postingan saja. Mungkin saya akan merinci biaya jika menulis rekapnya.

      Delete
  8. Wah, jadi ingat masa kejayaan Pak Harto

    ReplyDelete
  9. Subhanallah, sungguh indah. Terima kasih tulisannya, Pak Mas Edy...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, sama-sama, Pak Zuhri. Terima kasih juga sudah berkenan mampir.

      Delete