BERBAGI ILMU DAN MENIMBA KEARIFAN LOKAL DI WAE REBO

12:01:00

Anak-anak Wae Rebo (photo by Wira Nurmansyah)


Saya seorang guru. Saya suka traveling. Mengapa kedua hal itu tidak dipadukan? Itulah yang terlintas di benak saya akhir-akhir ini. Ingin rasanya mengunjungi daerah-daerah di Indonesia yang indah panoramanya ini sambil membawa sebuah misi. Bertemu anak-anak di sana. Menikmati keindahan alam bebas sambil bermain dan belajar. Bukankah seru menulis puisi lalu membacakannya di bawah air terjun? Bukankah menantang bertukar pengalaman di pantai nan biru? Bukankah menarik menulis cerita di kaki gunung nan sejuk? 


Wae Rebo dari balik hutan (photo by Wira Nurmansyah)

Destinasi yang saat ini menarik perhatian saya adalah kampung adat Wae Rebo di kawasan Gunung Pocoroko, Desa Satarlenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Wae Rebo adalah kampung yang sebenarnya hampir punah tertelan kemajuan zaman. Untungnya, desa dengan tujuh rumah adat ini ditemukan pada 1997 oleh Catherine Allerton, seorang antropolog Belanda yang mencari Wae Rebo untuk sebuah penelitian. Pada 2008, rumah-rumah adat di Wae Rebo yang telah rusak diperbaiki dan kini telah dilestarikan.

Wae Rebo dikenal sebagai mahakarya budaya nusantara berupa perkampungan dengan tata letak dan arsitektur yang tinggi nilai filosofinya. Berada di ketinggian 1.100 meter di atas permukaan laut menjadikan kampung ini diselimuti udara sejuk khas pegunungan. Meskipun selalu menjaga tradisi, warganya sangat terbuka terhadap pengunjung sehingga menambah daya magnet para traveler dan peneliti untuk mengunjunginya.

Rumah adat bundar berujung kerucut melambangkan keadilan (photo by Wira Nurmansyah)


Sempat hampir punah, tapi kini kembali lestari (photo by Wira Nurmansyah)

Perjalanan menuju Wae Rebo butuh waktu yang tidak sebentar. Kabarnya, Wae Rebo berjarak sekitar 9 kilometer dari Desa Denge, desa terakhir di sana. Pengunjung harus berjalan kaki kurang lebih 4,5 jam, menyusuri jalan setapak, mendaki dengan sudut 45 derajat di antara hutan lebat. Namun, jika impian ini terwujud, saya ingin menikmati setiap tapak perjalanan untuk melihat dengan mata kepala sendiri kampung yang dianugerahi Award of Exellence oleh Unesco kawasan Asia Pasifik ini. 

Sesampainya dua kaki ini di tanah Wae Rebo, hal pertama yang ingin saya lakukan adalah merasakan sejuknya udara dan indahnya panomara. Selanjutnya, mengagumi dari dekat rumah-rumah adat yang dinamai Mbaru Niang, tak lupa  menyelami filosofinya. Jika berkesempatan tinggal di rumah salah satu keluarga di sana, menikmati kebersamaan dan kerukunan keluarga beserta anak-anaknya adalah momen yang pasti istimewa. Saya ingin mendengar seperti apa anak-anak di sana belajar dan menghabiskan waktu. Saya pun ingin berbaur dengan anak-anak selama tinggal di sana.

Harapan masa depan Wae Rebo (photo by Wira Nurmansyah)

Hidup rukun dalam harmoni alam (photo by Wira Nurmansyah)

Dengan izin tetua suku, saya ingin berada di antara anak-anak itu dan berkumpul di salah satu sudut desa. Bermain sambil belajar membaca, menulis, bernyanyi, atau berhitung tentu menarik untuk dilakukan. Jika mereka sudah bisa baca tulis, menikmati alam sambil menulis akan menjadi kegiatan yang menarik. Apa saja bisa mereka tulis. Mungkin hanya memperkenalkan diri. Bisa saja mereka bertutur dengan pena tentang keluarga, sekolah, cita-cita, kegiatan bersama orang tua, atau alam desanya. Mereka yang sudah remaja bisa menulis puisi, cerita pendek, atau karangan deskripsi tentang desa mereka yang kaya kearifan lokal.

Saya tahu, kadang menulis bukanlah hal yang mudah bagi anak-anak. Namun, saya percaya bahwa mereka bisa melakukannya. Di depan mata mereka, beragam hal bisa menjadi inpirasi untuk dirangkai menjadi kata-kata. Imajinasi siapa pun akan menari-nari saat menuangkan ide yang sudah jelas nyata di depan mata. Kabut putih yang menyelimuti kaki gunung, hijau pepohonan dalam rerimbun hutan, kebun kopi, rumah-rumah bundar beratap kerucut, orang-orang dewasa yang bergotong royong, berkebun, memasak, mengasuh anak, atau menenun. Belum lagi beragam tradisi adat dan kesenian warisan nenek moyang mereka yang harus dilestarikan.

Seorang ibu menenun kain khas Wae Rebo (photo by Wira Nurmansyah)

Warga bergotong royong membangun rumah (photo by Wira Nurmansyah)

Di kesempatan yang lain, saya ingin mengajak mereka berani bercerita tentang hal-hal yang telah mereka tulis. Hanya bercerita. Tapi kali ini di depan teman-temannya. Mereka yang telah remaja pun bisa membacakan puisi, cerita pendek, atau karangan deskripsi buah tangan mereka sendiri. Melalui kegiatan ini, mereka berlatih percaya diri dan menguasai diri saat tampil di depan umum. Sepulang dari Wae Rebo, saya dengan senang hati akan memublikasikan karya-karya mereka ke mata dunia.

Harapan saya jika berkunjung ke Wae Rebo tentu tak sebanding dengan upaya Butet Manurung, pelopor Sokola Rimba. Dia harus masuk hutan untuk bertemu anak-anak suku terdalam dengan segala risiko dan hambatan. Sedangkan Wae Rebo, kabarnya, telah membuka diri dengan tangan terbuka kepada para pengunjung. Namun, setidaknya perjuangan Butet memotivasi saya juga untuk berkontribusi mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan. Selain berbagi ilmu dan pengalaman, sama seperti Butet, saya akan mempelajari dan meneladani kearifan lokal masyarakat setempat untuk dibawa ke belahan wilayah Indonesia tempat saya tinggal.  

Tunggu saya, Wae Rebo (photo by Wira Nurmansyah)

Kita tahu, pendidikan yang layak adalah hak setiap anak bangsa. Namun, akses untuk mendapatkannya masih ibarat jauh panggang dari api. Saatnya kita turun dan berbagi ilmu, keterampilan, atau pengalaman yang kita punya ke generasi penerus negara ini. Saya yakin, petualangan seorang traveler akan lebih bernilai saat dia menyalakan asa di hati anak-anak di setiap daerah yang dikunjungi. Besar harapan saya impian ini menjadi nyata. 

Tulisan saya ini merupakan bagian dari kegiatan bertajuk Posting Bareng (Posbar) bertema “DREAM INDONESIA” yang diselenggarakan oleh Travel Bloggers Indonesia (TBI), bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Ke-70 Republik Indonesia. Baca juga tulisan keren kakak-kakak member TBI berikut ini.

Leonard Anthony – Di Timur Menyongsong Dirgahayu
Indri Juwono - Anambas Mimpi Indonesiaku
Parahita Satiti – Kembali ke Pulau Lombok
Shabrina Koeswologito – Give Back For Indonesia
Danan Wahyu Sumirat – Mimpi Tentang Anambas
Albert Ghana Pratama – Jelajah Laut Negeri Menjaga Titik Luar Indonesia
Rico Sinaga – Ingin Ke Misool Segera
Indah Purnama – Indonesia (Juga Bisa) Bikin Rindu
Putri Normalita – Kepulauan Anambas, Surga Tropis di Ujung Negeri
Karnadi Lim  - Kaldera Toba for Unesco
Hartadi Putro - Banda Neira, Ku Akan Datang
Atrasina Adlina - Merawat Pagar Nusantara di Perbatasan
Eka Situmorang - Pantai Impian
Firsta - A Story from Banda Neira
Liza Fathia - Berkisah tentang Sabang di Hari Kemerdekaan
Rembulan Indira - Mimpi Indonesia Desa Adat Wae Rebo
Tracy Chong - Papua: A Dream Destination Where I Meet This Inspiring Lady
Fahmi Anhar - Destinasi Impian Nusantara
Wira Nurmansyah - 5 Destinasi 'Impian' di Indonesia yang Harus Kamu Kunjungi
Citra Rahman - Aceh: Destinasi Impian Orang-Orang
Titiw Akmar - Pancaran Nasionalisme dalam Taman Nasional Indonesia
Rudi Hartoyo - Jelajahi Indonesia, Akankah Ku Lakukan?
Ridwan SK - Tobelo Destined To Be Love
Dea Sihotang - Tanah Papua, Kamulah My Dream Indonesia
Imama Insani - Kapan ke Kakaban? 
 

You Might Also Like

33 comments

  1. Kak Edy, mantappp...!! 😄 Semoga impiannya terwujud ya..semangat! 😉

    ReplyDelete
  2. Kak Edy, mantappp...!! 😄 Semoga impiannya terwujud ya..semangat! 😉

    ReplyDelete
  3. Flores dan Indonesia Timur seringkali memikat untuk kita jelajahi, mudah-mudahan suatu saat nanti bisa jelajahi Indonesia Timur...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju! Amiiiiin. Terima kasih, Kak Karnadi :)

      Delete
  4. Wae Rebo....Suatu hari kira pasti akan berada disana :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiiiin. Bareng2 anak2 TBI pasti seru ya, Kak Rico.

      Delete
  5. ak juga mau ke Wae Rebo, udah pernah ke Flores tapi rasanya belum lengkap kalau belum ke Wae Rebo. Semoga bisa kesana. Aamin ya rabbal alamin. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku kira Kak Adlien udah pernah ke sana. Semoga kesampaian juga ya.

      Delete
  6. aku juga sama kayak Adlin, udah ke Flores tapi kmren blom sempet ke Wae Rebo. karena udah keburu lelah dan waktu itu goal utamanya Banda Neira :D

    Semoga tercapai destinasi impiannya mas Edy. Salam buat murid2nya ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiiiin, terima kasih Kak Astin, salam juga buat kru siarannya. :)

      Delete
  7. Aku baru tau kalau kamu guru loh kak. Hebad!
    Mau juga ke Wae Reboooo hks

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe, makasih Kak Putri. Semua member TBI hebad kok. Semoga kesampaian juga ke Wae Rebo.

      Delete
  8. semoga bisa kesana ya mas,,,, wah,, seru juga tuh kalau bisa kesana juga,, ke daerah pedalaman yang masih terasa benar suasana alamnya juga,, :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiiiiin. Terima kasih, Kak Rudi. Salam kenal ya. Kita sama-sama member TBI, tapi baru pas posbar ini tau blog masing-masing.

      Delete
  9. Ahhhh, anak-anaknya itu sangat lucu yaahhhh. Menggemaskan sangat! Pengen balik lagiii...
    Kak, aku dukung sepenuh hati untuk ke Wae Rebo dan menjelajah sudut-sudut pikiran mereka. Perrkenalkan mereka dengan Indonesia yang sederhana, yang selalu ramah di mana pun. Buat juga mereka punya impian setinggi langit namun juga selalu ingat akan daerah asalnya, Wae Rebo.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siaaaap! Mohon doanya, Kak Indri. Udah pernah ke sana ya. Kalo jadi ke sana, saya bakal banyak nanya dulu ke Kak Indri.

      Delete
  10. Ikutan dong kalo mo ngajar di sana
    *berasa punya waktu dan uang aja ini*
    hihihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mariii. Masalah kita sama kok, Kak Dan. Hihihi.

      Delete
  11. Wah, pengen dah nginep barang semalem di wae rebo :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo Kak Fahmi, bentar lagi juga bakal ke sana :D

      Delete
  12. Semoga terwujud impiannya, Mas! Doakan saya juga bisa ke Wae Rebo ;)

    *ternyata sama-sama pengen kesana, hahaha*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyakah? Kalo gitu, mari saling mendoakan, Mas. Siapa tahu kita bisa ke Wae Rebo sama-sama, gratis pula. Amiiiin. :D

      Delete
  13. mulia sekali impiannya, semoga kesampaian berbagi di wae rebo. kalau kesana, nitip kopinya & tenun ikat nya 3 kodi ya mas hahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiiiin, makasih Kak Fahmi doanya. Soal titipan, bereees. Harga 3 kali lipat ya? Hihihi

      Delete
  14. Aku setuju dengan mas Edy. Alangkah baiknya jika jejak-jejak yang kita tinggalkan boleh membuahkan sebuah faedah di setiap tempat yang disinggahi. Apapun itu --- mengajar, memberi, atau sekedar menyemangati --- selalu ada misi di setiap langkah kaki.

    Sukses buat misinya, mas! :)

    http://thetravelearn.com

    ReplyDelete
  15. waah pak Guru kereen! semoga tercapai yaa :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiiiiin. Terima kasih, Kak Indah. Doa yg sama untuk Kakak.

      Delete
  16. Pengen juga nih ke Wae Rebo..Inspiratif sekali, saya setuju sekali yang paling penting sebenarnya adalah edukasi. Jika sejak dini anak2 diajarkan untuk membaca dan juga menjaga lingkungan, Indonesia akan semakin berkembang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita sependapat ya, Velysia. Semoga kesampaian juga ke Wae Rebo.

      Delete
  17. Wah, Mas Edy apa berangkat bareng aku bulan Oktober, plan pertengahan bulan pengen overland di sini. always suka ama tulisan nya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Xiexie, Ko. Pengen banget ikut, tapi sayangnya belum bisa. Hehehe

      Delete